Syaiful Sagala
menjelaskan bahwa kompetensi merupakan peleburan pengetahuan (daya pikir),
sikap (daya kalbu) dan keterampilan (daya fisik), yang terwujud dalam satu
perbuatan. Menurut UU No. 14 tahun 2005 pasal 1 ayat 10 disebutkan bahwa kompetensi
adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki,
dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan.[1]
Selanjutnya yang dimaksud dengan guru professional adalah guru yang memiliki
kompetensi yang diprasyaratkan untuk melakukan tugas pendidikan dan pengajaran.
Kompetensi disini meliputi pengetahuan, sikap, dan keterampilan professional,
baik yang yang bersifat pribadi, sosial, maupun akademis.[2]
Dari penjelasan
di atas yang dimaksud dengan kompetensi guru professional adalah seperangkat
pengetahuan, sikap dan keterampilan professional yang harus dimiliki, dihayati,
dikuasi dan diaktualisasikan oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesiannya.
Berdasarkan
Permenag No. 16 tahun 2010 dijelaskan bahwa kompetensi utama yang harus
dimiliki oleh seorang guru, khususnya bagi guru Pendidikan Agama Islam meliputi
kompetensi pedagogik, kepribadian professional, sosial dan kepemimpinan.[3]
Selain kelima kompetensi utama tersebut guru juga harus dibekali dengan
kompetensi pendukung sebagai penunjang untuk melaksanakan tugas keprofesiannya
dengan baik.
Kompetensi
pendukung adalah kompetensi yang dimiliki oleh setiap pendidik sebagai
penunjang dan diharapkan dapat mendukung kompetensi utama. Dengan kompetensi
pendukung tersebut diharapkan pendidik mempunyai motivasi, pengetahuan,
keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang terkait dengan konteks penyelenggaraan
kependidikan.
Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa kompetensi pendukung profesionalisme guru
adalah segala sesuatu yang mendukung kompetensi dasar atau utama bagi guru yang
harus diaktualisaskan dalam kehidupan sebagai perwujudan untuk melaksanakan
tugas keprofesiannya dengan baik.
A.
KOMPONEN KOMPETENSI PENDUKUNG
1.
Kerja Keras
a.
Pengertian Kerja Keras
Kerja berarti berusaha atau berjuang
dengan keras berarti sungguh-sungguh.
Bekerja keras adalah bekerja dengan gigih dan sungguh-sungguh untuk mencapai
suatu cita-cita. Bekerja keras tidak mesti “banting tulang” dengan mengeluarkan
tenaga secara fisik, akan tetapi sikap bekerja keras juga dapat dilakukan
dengan berpikir sungguh-sungguh dalam melaksanakan pekerjaannya. Kerja keras
yaitu bekerja dengan sungguh-sungguh untuk mencapai tujuan atau prestasi
kemudian disertai dengan berserah diri (tawakkal) kepada Allah SWT baik untuk
kepentingan dunia dan akhirat.[4]
Firman Allah SWT yang artinya sebagai berikut :
Æ÷tGö/$#ur !$yJÏù 9t?#uä ª!$# u#¤$!$# notÅzFy$# ( wur [Ys? y7t7ÅÁtR ÆÏB $u÷R9$# ( `Å¡ômr&ur !$yJ2 z`|¡ômr& ª!$# øs9Î) ( wur Æ÷ö7s? y$|¡xÿø9$# Îû ÇÚöF{$# ( ¨bÎ) ©!$# w =Ïtä tûïÏÅ¡øÿßJø9$# ÇÐÐÈ
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan
Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan
bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain)
sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan
di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat
kerusakan.(Q.S Al-Qashash :77)
Untuk melaksanakan kerja keras ini
dibutuhkan semangat yang tinggi serta motivasi internal yang kuat agar yang
dikerjakan dan menjadi suatu keinginan dapat terwujud. Kerja keras adalah
gebang utama berikutnya yang harus dikerjakan dalam pencapaian kesuksesan
menuju guru yang berkualitas. Perlu diingat orang pintar tapi malas bisa
dikalahkan oleh orang yang rajin, tekun, dan memiliki kerja keras. Dapat
dibayangkan apa jadinya jika orang pintar sekaligus rajin, tekun, dan pekerja
keras.[5]
Menurut
Farid Poniman yang dikutip oleh Najib Sulhan bahwa kerja keras adalah bentuk
usaha yang terarah dalam mendapatkan sebuah hasil. Seorang pekerja keras
mengandalkan energi dirinya sebagai modal kerja. Oleh sebab itu, seorang
pekerja keras akan tampak lebih sehat, bugar, gesit, tangkas, cekatan,
berbinar-binar, dan terlihat lebih optimis. Dia membutuhkan semua itu untuk
dapat menghasilkan output kerja yang maksimal.[6]
Guru
pekerja keras akan melahirkan empat hal, antara lain pertama, memiliki stamina
diri yang kuat. Seorang pekerja keras akan mengeluarkan energinya melalui fisik
secara rutin dan akan membentuk stamina prima.
Kedua,
memiliki disiplin yang tinggi. Seorang pekerja keras dengan sendirinya akan
melahirkan disiplin diri. Mereka tidak ingin ada bagian dari pekerjaan yang
belum selesai. Mereka akan mendisiplinkan diri dan memiliki tingkat kepatuhan
tinggi. Mereka khawatir dan merasa tidak aman bila tidak bisa menyelesaikan
tugasnya.
Ketiga,
memiliki keberdayagunaan tinggi. Seorang pekerja keras mampu memberdayakan
metafisiknya sehingga mereka menjadi bugar secara metafisik. Mereka mampu
melahirkan konsistensi dan kualitas kerja sama dari pagi sampai sore. Keempat,
memiliki ketersediaan yang tingi. Seorang pekerja keras selalu ada ketika
dibutuhkan. Ia menyadari bahwa setelah mengerjakan satu urusan, ia langsung
merencanakan pekerjaan lain.[7]
Dengan demikian, sikap kerja keras
dapat dilakukan dalam menuntut ilmu, mencari rezeki, dan menjalankan tugas sesuai
dengan profesi masing-masing. Guru
harus senantiasa bekerja keras dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Khususnya
dalam internalisasi pendidikan karakter bagi anak didiknya. Adapun indikator seorang
guru yang bekerja keras antara lain seperti, bekerja ikhlas dan
sungguh-sungguh, bekerja melebihi target, dan produktif. Guru dapat memanfaatkan waktu optimal sehingga kadang-kadang tidak
mengenal waktu, jarak, dan kesulitan yang dihadapainya. Memiliki semangat
tinggi dan berusaha keras untuk meraih hasil yang baik dan maksimal.
b. Hikmah
Bekerja Keras
È@è%ur (#qè=yJôã$# uz|¡sù ª!$# ö/ä3n=uHxå ¼ã&è!qßuur tbqãZÏB÷sßJø9$#ur ( cruäIyur 4n<Î) ÉOÎ=»tã É=øtóø9$# Íoy»pk¤¶9$#ur /ä3ã¥Îm7t^ãsù $yJÎ/ ÷LäêZä. tbqè=yJ÷ès? ÇÊÉÎÈ
Dan Katakanlah:
"Bekerjalah kamu, Maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan
melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang
mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa
yang telah kamu kerjakan.
Q.S. At -
Taubah [9] : 105 )
Artinya :
Dari
al-Miqdam Radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: “Tidaklah seorang (hamba) memakan makanan yang lebih baik dari hasil
usaha tangannya (sendiri), dan sungguh Nabi Dawud ‘alaihissalam makan dari
hasil usaha tangannya (sendiri)” ( HR. Bukhari ). Dengan membiasakan perilaku
bekerja keras, dapat kita memporeleh hikmah, antara lain :
·
Mengembangkan kemampuan diri, baik bakat, minat ataupun hal
lain
·
Membentuk diri yang bertanggung jawab dan disiplin.
·
Mengangkat derajat dan martabat
·
Meningkatkan taraf hidup.
·
Mendapat pahala dari Allah SWT
2.
Respek
Dalam KBBI empati adalah keadaan mental yang membuat seseorang yang
mengidentifikasi atau merasa dirinya dalam keadaan perasaan atau pikiran yang
sama dengan orang atau kelompok lain.[8]
Sedangkan menurut
Bullmer, empati adalah suatu proses ketika seseorang merasakan perasaan orang
lain dan menangkap arti perasaan itu, kemudian mengkomunikasikannya dengan
kepekaan sedemikian rupa hingga menunjukkan bahwa ia sungguh-sungguh mengerti
perasaan orang lain itu. Bullmer menganggap empati lebih merupakan pemahaman
terhadap orang lain ketimbang suatu diagnosis dan evaluasi terhadap orang lain.[9]
Firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 2:
(#qçRur$yès?ur n?tã ÎhÉ9ø9$# 3uqø)G9$#ur ( wur (#qçRur$yès? n?tã ÉOøOM}$# Èbºurôãèø9$#ur 4
“Dan tolong menolonglah
kamu dalam kebaikan dan takwa , dan janganlah kalian tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”.
Berempati/respek adalah sikap peduli kepada orang lain secara
nyata, baik dalam kata maupun tindakan. Guru yang berempati adalah sosok yang
murah senyum, ramah, lembt tetapi tegas. Ia tidak akan mudah marah kepada siswa
yang membuat ulah. Ia akan mencari tahu mengapa siswa itu begitu, solusi apa
yang tepat untuk memecahkan masalah tersebut. Untuk menjadi pendidik yang
berempati, maka seseorang yang berprofesi sebagai guru hendaknya dapat
melakukan beberapa hal berikut ini, antara lain, tunjukkan rasa kasih sayang,
dengarkan apa yang dikatakan siswa, berikan rasa aman dan nyaman, beikan pujian
jangan celaan, kritik perilakunya dan bukan siswanya, berikan contoh dan
teladan, berikan waktu yang cukup,[10]
Guru yang tidak memberikan respek dan afirmasi sejati kepada
siswanya, akan terus menerus menjadi frustasi dan dielakkan. Jika siswa tahu
para guru menghormati mereka, mereka akan bekerja lebih keras, lebih siap
melakukan koreksi, dan lebih berkeinginan untuk menerima tanggung jawab atas
tindakan mereka. Perilaku respek dari seorang guru seperti mengingat nama seorang
siswa dan menyebutnya dengan benar, atau menyalami siswa dan orang tua dengan
penuh kehangatan, dan kesejatian yang memadai sesuai kultural, merupakan
indikasi respek bagi yang lain.[11]
Respek yang dimiliki oleh pendidik berdampak positif bagi pendidik
itu sendiri, juga bagi akademis siswa dan hasil pembelajaran secara
keseluruhan. Seorang pendidik yang respek, menghormati siswa apa adanya tanpa
memandang negative, akan membentuk siswa percaya diri dengan kemampuannya.
Kondisi akan menambah kedekatan yang positif antara pendidik dengan siswanya,
sehingga terhindar dari permasalahan yang akan menghambat perkembangan mental
dan akademis siswa.[12] Implikasi
lain dari tumbuhnya kepercayaan dan respek para siswa tehadap gurunya adalah
timbulnya kedekatan, keintiman dan ikatan relasi guru siswa dengan harmonis.
Relasi yang lebih ideal terbangun antara guru dengan para siswanya. [13]
Dapat disimpulkan bahwa respek adalah salah satu sikap atau
karakter yang harus ada pada guru dimana seorang guru menjadi sosok atau suri
tauladan bagi siswanya. Dalam hal ini guru tidak hanya dilakukan dalam memahami
perasaan orang lain semata, tetapi harus dinyatakan dalam bentuk tindakan atau
tingkah laku.
3.
Berpikir Kritis/ Critical Thingking
Berfikir kritis merupakan kemampuan untuk menganalisis fakta,
mencetuskan dan menata gagasan, mempertahankan pendapat, membuat perbandingan,
menarik kesimpulan, mengevaluasi argumen dan memecahkan masalah.[14]
Selanjutnya, dapat dikatakan bahwa berpikir kritis adalah kemampuan
memberi alasan secara terorganisasi dan mengevaluasi kualitas suatu alasan
secara sistematis. Berfikir kritis melibatkan pemahaman yang mendalam akan
masalah, pemikiran terbuka terhadap pendekatan dan pandangan-pandangan yang
berbeda, tidak menerima begitu saja hal-hal yang disampaikan orang, buku,
berfikir secara reflektif sebelum menerima ide yang muncul di pikiran.[15]
Guru dapat berpikir secara kritis dalam menganalis, membuat
sintesis, memecahkan masalah, membuat keputusan, dan menggunakan logika serta
bukti autentik. [16]
Menurut Cece Wijaya ciri-ciri berpikir kritis sebagai berikut:
1.
Mampu
membedakan fakta dengan fiksi
2.
Mampu
membedakan argumentasi logis dan tidak logis
3.
Mampu
membedakan antara kritik yang membangun dan yang merusak
4.
Mampu
membedakan ide yang relevan dengan yang tidak relevan
5.
Pandai mendeteksi permasalahan. [17]
Adapun
sembilan tips dalam mengembangkan kompetensi berpikir kritis, antara lain :
1.
Berpikiran
terbuka terhadap ide-ide baru
2.
Mengetahui
bahwa setiap orang bisa memiliki pandangan yang berbeda
3.
Memisahkan
berpikir dengan perasaan dan berpikir logis
4.
Menanyakan
hal-hal yang anda anggap tidak masuk akal
5.
Menghindari
kesalahan umum dalam pemberian alasan yang anda buat
6.
Jangan
berargumen tentang sesuatu yang anda tidak mengerti
7.
Kembangkanlah
kosa kata yang tepat untuk penyampaian dan pengertian ide yang lebih baik
8.
Mengetahui
ketika anda memerlukan informasi lebih lanjut
9.
Mengetahui
perbedaan antara kesimpulan yang dapat dan harus benar.[18]
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis adalah
sebuah proses yang terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental. Yang
dapat dilakukan oleh seorang guru seperti memecahkan masalah, mengambil
keputusan, membujuk, menganalisis asumsi, melakukan penelitian ilmiah dan
kemampuan berpendapat secara terorganisir, sehingga menghasilkan berbagai
keterampilan-keterampilan yang dapat digunakan dalam pengambilan keputusan.
[1] Saiful Sagala,Kemampuan
Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan, (Bandung : Alfabeta, 2013) h. 23
[2] Kusnandar, Guru
Profesional (Implementasi KTSP dan Sukses dalam Sertifikasi Guru), Jakarta:
Grafindo Persada, 2007) h. 48
[3] Permenag No.
16 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Pendidikan Agama Islam pada sekolah, http://www.pendis.kemenag.go.id// diakses pada 29/03/2016 12 :35 pm
[4]Ibrahim dan Darsono. Membangun Akidah dan Akhlak. (Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2009) , h. 32.
[5] Darson, Kiat
Jadi Guru Profesional, (Yogyakarta : Leutikaprio, 2012) h. 32
[6] Najib Sulhan,
Karakter Guru Masa Depan, (Surabaya : Jering Pena, 2011) h. 187
[7] Ibid, h. 188
[8]http://yulhanrinto.blogspot.co.id/2016/28/03/empati.html
[9] Ibid
[10] Buchory, Guru
: Kunci Pendidikan Nasional, (Yogyakarta : leutikaprio, 2012) h. 91
[11] Elaine K.
McEwan, 10 karakter yang harus dimiliki guru yang sangat efektif,
(Jakarta :PT.Indeks, 2014) h. 37
[13] h. 107-108
[14]P. chance, Thingking
in the classroom: A Survey Of Programs, (Newyork: Teachers Colege Columbia
University, 1986
[16] Ibid, h.192
[17]Ibid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar