Selasa, 22 Desember 2015

Ulasan buku Psikologi Kematian



Psikologi Kematian
(karya : Prof. Dr. Komaruddin Hidayat)
Pada dasarnya membahas soal kematian akan menimbulkan berbagai pemberontakkan batin pada setiap jiwa manusia yang menyimpan ketakutan yang amat dalam. Berbagai pertanyaan muncul akibat  dari rasa ketakutan akan kehilangan hidup di dunia di satu sisi, dan bayangan kengerian akan  kematian di sisi lain. Hal ini memunculkan penolakan bahwa setiap kita tidak ingin (cepat) mati.
Kesadaran ini lalu memunculkan sebuah proses berupa penolakan bahwa masing-masing kita tidak mau mati. Setiap orang berusaha menghindari semua jalan yang mendekatkan ke pintu kematian. Dan sebagian dari kita lebih memilih untuk tidak memikirkannya dan berusaha menghindarinya agar bisa merasakan kebahagiaan setiap saat yang dilaluinya.
Banyak orang bersikap demikian karena tak memahami apa sesungguhnya kematian. Kematian bagi mereka adalah misteri yang menakutkan. Hal tersebut sangat dipengaruhi oleh keyakinan yang dimiliki dan pengaruhnya terhadap kehidupan seseorang. Bagi mereka yang merasa dimanjakan dengan aneka kenikmatan dunia yang telah dilaluinya selama ini pastinya tidak ingin meninggalkannya.
Berbeda dengan mereka yang hati, pikiran, dan perilakunya selalu merasa terikat dan memperoleh bimbingan Tuhan, kematian sama sekali tidak menakutkan karena apabila kehidupan dunia berakhir maka seseorang setapak menjadi lebih dekat pada Tuhan yng selalu dicintai dan dirindukan.
Keyakinan dan ketidakyakinan manusia mengenai kematian yang menjemput tanpa mengenal waktu ini memiliki pengaruh besar dalam kehidupan seseorang. Begitu pula dengan keyakinan adanya kehidupan setelah kematian. Setiap yang lahir ke dunia senantiasa merasa bahwa kematian itu begitu dekatnya, karena waktu mati tidak ada seorang pun yang tahu.

Kematian sudah merupakan sesuatu yang pasti terjadi, karena sesuatu yang sudah pasti maka tidak perlu lagi dipikirkan. Allah swt telah berfirman dalam surah al-Jumu’ah ayat 8
ö@è% ¨bÎ) |NöqyJø9$# Ï%©!$# šcrÏÿs? çm÷ZÏB ¼çm¯RÎ*sù öNà6É)»n=ãB ( ¢OèO tbrŠtè? 4n<Î) ÉOÎ=»tã É=øtóø9$# Íoy»yg¤±9$#ur Nä3ã¤Îm7t^ãsù $yJÎ/ ÷LäêZä. tbqè=yJ÷ès? ÇÑÈ  
Katakanlah: "Sesungguhnya kematian yang kamu lari dari padanya, Maka Sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan".
Dari ayat qur’an diatas maka sesungguhya keimanan yang tertanam kuat di hati setiap kaum muslimin adalah buah dari rukun iman yang mempercayai adanya kematian sebagai takdir yang tidak bisa kita hindari. Oleh sebab itu, perlu kepekaan ruhani yang mantap untuk meningkatkan  ketakwaan kepada-Nya sebelum waktu berbuat baik di dunia kita telah berakhir.
Karena sudah pasti datangnya, maka sikap terbaik adalah bersiap menyambutnya, tidak perlu untuk menghindarinya, melupakan bahkan tidak mau memikirkannya. Sesuatu yang pasti terjadi waktunya sudah dekat dengan kita. Setiap manusia yang menyadari bahwa ketika akan tidur, maka disitulah kita telah berada di alam kematian, dan untuk itu harus siap menyambut kedatangan kematian meskipun bukan kita yang dipanggil oleh malaikat Izrail. Untuk itu, perlu kita tingkatkan kesadaran yang mendalam bahwa tidur merupakan salah jalan yang harus kita tempuh untuk meninggalkan segala kenikmatan yang kita peroleh bahkan kita tidak berkuasa untuk mengendalikan tubuh ini.
Sesungguhnya jika kita yakin dan percaya bahwa kehidupan dunia yang hanya sementara untuk dinikmati, maka kita selalu diajak untuk berpikir mengenai agenda masa depan. Dengan demikian sikap keberagamaan sangat mempengaruhi tingkat keimanan dan kepercayaan yang diliputi oleh perasaan jiwa yang paling dalam dibayangi oleh keyakinan akan datangnya kematian.
Maka dari itu jika kita memiliki kesadaran beragama yang mantap dan kokoh, akan berdampak pada pengalaman hidup yang perlu kita renungkan sebagai ajang intropeksi diri. Sehingga timbul rasa rindu pada perjumpaan dengan Tuhannya Yang Maha Kasih.
           


           
           

Prinsip Umum Pembelajaran dan Teori Penerapannya



A.    Lima Prinsip Umum Pembelajaran dan Teori Penerapannya
Adapun lima prinsip umum beserta teori penerapannya adalah sebagai berikut :
1.      Prinsip Perkembangan
Perkembangan dapat diartikan proses menuju kedewasaan dimana ada perubahan didalamnya. Seorang peserta didik yang sedang dalam proses perkembangan, maka ia masih akan terus berkembang. Prinsip inilah yang menyebabkan kemampuan anak pada setiap jenjang usia dan setiap tingkat kelasnya pun menjadi berbeda. Sehingga hasilnya pun anak pada jenjang usia atau kelas lebih tinggi memiliki kemampuan yang lebih dibandingkan anak pada jenjang usia atau kelas dibawahnya.[1]
Dalam penerapann prinsip perkembangan, maka akan ditemukan siswa yang memiliki kemajuan yang lambat dan siswa yang memiliki kemajuan yang cepat. Oleh karena itu, sebagai seorang guru hendaknya cukup mengerti dan sabar dalam menghadapi peserta didik. Dalam memilih bahan dan metode pengajaran pun hendaknya memperhatikan dan menyesuaikan dengan kemampuan-kemampuan peserta didik.

2.      Prinsip Perbedaan Individu
Pada hakikatnya setiap individu memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Ketika seorang guru bertanggung jawab mendidik 40 orang peserta didik dalam sebuah kelas, guru bukan menghadapi satu jenis ciri kelas, akan tetapi guru menghadapi 40 jenis ciri peserta didik. Setiap peserta didik memiliki pembawaan yang berbeda-beda, menerima pengaruh keluarga yang berbeda-beda. Sehingga wajar apabila ditemukan peserta didik yang badannya tinggi namun kurus atau pendek namun gemuk, cekatan atau lamban, berbakat dalam beberapa mata pelajaran atau hanya berbakat pada mata pelajaran tertentu, periang atau pemurung, dan sebagainya.[2]
Pada umumnya pengajaran klasik yang dilaksanakan disekolah-sekolah, penyesuaian antara pembelajaran dengan perbedaan individu masih terbatas sekali. Guru-guru pada jam pelajaran yang sama, mengajarkan bahan yang sama dengan cara yang sama sehingga perbedaan individu benar-benar diabaikan.
Adapun solusi untuk menyempurnakan jenis pengajaran klasik tersebut adalah :[3]
a.       Hendaknya guru menggunakan metode dan strategi belajar-mengajar yang bervariasi, sehingga perbedaan individu pada peserta didik pun akan dapat terlayani.
b.      Hendaknya menggunakan alat dan media sebagai pendukung pembelajaran, sehingga anak dengan kelemahan tertentu dapat terbantu.
c.       Hendaknya guru memberikan bahan pelajaran tambahan kepada anak-anak yang pandai, bahan ajaran tambahan dapat berupa soal-soal yang harus dikerjakan, bahan bacaan, dan sebagainya.
d.      Hendaknya guru memberikan bimbingan khusus kepada anak yang kurang pandai atau lambat dalam belajar, sehingga peserta didik tersebut dapat mengejar ketertinggalannya.
e.       Pemberian tugas hendaknya disesuaikan dengan minat dan kemampuan anak.

3.      Minat dan Kebutuhan Anak
Setiap peserta didik tentulah memiliki minat dan kebutuhannya tersendiri. Anak yang hidup di lingkungan perkotaan berbeda minat dan kebutuhannya dengan anak di daerah pegunungan, anak yang ingin melanjutkan pendidikan hingga perguruan tinggi berbeda minat dan kebutuhannya dengan anak yang ingin bekerja setelah mendapat ijazah SMA.
Pengajaran perlu memperhatikan minat dan kebutuhan peserta didiknya, karena dua hal tersebut dapat menjadi penyebab timbulnya perhatian peserta didik dalam mengajar, dengan demikian peserta didik akan bersungguh-sungguh dalam belajar. Misalnya, peserta didik kelas I hingga kelas III menyukai cerita fantasi sedangkan peserta didik kelas IV hingga kelas VI menyukai cerita tentang kepahlawanan dan yang lebih kongkret. Maka guru dapat memanfaatkan minat dan kebutuhan ini dengan memberikan cerita berisi penanaman nilai-nilai moral.[4]

4.      Aktivitas Siswa
Dalam proses pembelajaran, peserta didik merupakan subjek, karena peserta didik adalah pelaku dalam belajar. Tugas guru adalah menentukan bagaimana caranya agar peserta didik berperan aktif sebagai pelaku dalam pembelajaran. Namun hal ini bukan berarti siswa dibebani tugas yang banyak supaya aktif dalam belajar.[5]
Dalam penerapannya, hendaknya aktivitas atau tugas-tugas yang diberikan guru dapat menarik minat peserta didik, dibutuhkan untuk perkembangannya, serta bermanfaat baginya ketika di masa yang akan datang. Adapun metode-metode yang dapat mengaktifkan siswa diantaranya adalah diskaveri, inkuiri, eksperimen, demonstrasi, pemecahan masalah, diskusi.

5.      Motivasi
Setiap perbuatan belajar didorong oleh sesuatu atau beberapa motif. Motif atau dorongan merupakan suatu tenaga yang berada pada individu peserta didik yang mendorongnya untuk mencapai tujuan. Tanpa motif hampir tidak mungkin siswa melakukan kegiatan belajar.
Ada beberapa cara guru untuk meningkatkan motivasi siswa, yaitu :[6]
a.       Menggunakan cara, metode dan media mengajar yang bervariasi. Sehingga rasa jenuh peserta didik dalam belajar dapat hilang.
b.      Memilih bahan yang menarik dan dibutuhkan peserta didik. Karena sesuatu yang dianggap menarik oleh peserta didik dapat meningkatkan motivasi siswa.
c.       Memberikan kesempatan seluruh peserta didik untuk sukses. Misalnya dalam pemecahan soal dengan menanyakan soal tersebut kepada siswa yang kurang pandai, sehingga ketika ia merasa puas dengan peningkatan kemampuannya dapat membuat motivasi belajarnya semakin kuat.
d.      Menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan berkesan bagi peserta didik. Berisi suasana belajar yang hangat, penuh kekeluargaan, dan saling menghargai satu sama lain.
e.       Adakan persaingan sehat antar peserta didik. Siswa dapat bersaing dengan hasil belajarnya sendiri maupun hasil belajar orang lain.









[1] R. Ibrahim dan Nana Syaodih, perencanaan pengajaran (Jakarta : Rineka Cipta,2010) h. 24-25
[2] Ibid, h. 25
[3] Ibid h. 26
[4] Ibid, h. 27
[5] Ibid, h. 27
[6] Ibid, h. 28-29