Selasa, 22 Desember 2015

Prinsip Umum Pembelajaran dan Teori Penerapannya



A.    Lima Prinsip Umum Pembelajaran dan Teori Penerapannya
Adapun lima prinsip umum beserta teori penerapannya adalah sebagai berikut :
1.      Prinsip Perkembangan
Perkembangan dapat diartikan proses menuju kedewasaan dimana ada perubahan didalamnya. Seorang peserta didik yang sedang dalam proses perkembangan, maka ia masih akan terus berkembang. Prinsip inilah yang menyebabkan kemampuan anak pada setiap jenjang usia dan setiap tingkat kelasnya pun menjadi berbeda. Sehingga hasilnya pun anak pada jenjang usia atau kelas lebih tinggi memiliki kemampuan yang lebih dibandingkan anak pada jenjang usia atau kelas dibawahnya.[1]
Dalam penerapann prinsip perkembangan, maka akan ditemukan siswa yang memiliki kemajuan yang lambat dan siswa yang memiliki kemajuan yang cepat. Oleh karena itu, sebagai seorang guru hendaknya cukup mengerti dan sabar dalam menghadapi peserta didik. Dalam memilih bahan dan metode pengajaran pun hendaknya memperhatikan dan menyesuaikan dengan kemampuan-kemampuan peserta didik.

2.      Prinsip Perbedaan Individu
Pada hakikatnya setiap individu memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Ketika seorang guru bertanggung jawab mendidik 40 orang peserta didik dalam sebuah kelas, guru bukan menghadapi satu jenis ciri kelas, akan tetapi guru menghadapi 40 jenis ciri peserta didik. Setiap peserta didik memiliki pembawaan yang berbeda-beda, menerima pengaruh keluarga yang berbeda-beda. Sehingga wajar apabila ditemukan peserta didik yang badannya tinggi namun kurus atau pendek namun gemuk, cekatan atau lamban, berbakat dalam beberapa mata pelajaran atau hanya berbakat pada mata pelajaran tertentu, periang atau pemurung, dan sebagainya.[2]
Pada umumnya pengajaran klasik yang dilaksanakan disekolah-sekolah, penyesuaian antara pembelajaran dengan perbedaan individu masih terbatas sekali. Guru-guru pada jam pelajaran yang sama, mengajarkan bahan yang sama dengan cara yang sama sehingga perbedaan individu benar-benar diabaikan.
Adapun solusi untuk menyempurnakan jenis pengajaran klasik tersebut adalah :[3]
a.       Hendaknya guru menggunakan metode dan strategi belajar-mengajar yang bervariasi, sehingga perbedaan individu pada peserta didik pun akan dapat terlayani.
b.      Hendaknya menggunakan alat dan media sebagai pendukung pembelajaran, sehingga anak dengan kelemahan tertentu dapat terbantu.
c.       Hendaknya guru memberikan bahan pelajaran tambahan kepada anak-anak yang pandai, bahan ajaran tambahan dapat berupa soal-soal yang harus dikerjakan, bahan bacaan, dan sebagainya.
d.      Hendaknya guru memberikan bimbingan khusus kepada anak yang kurang pandai atau lambat dalam belajar, sehingga peserta didik tersebut dapat mengejar ketertinggalannya.
e.       Pemberian tugas hendaknya disesuaikan dengan minat dan kemampuan anak.

3.      Minat dan Kebutuhan Anak
Setiap peserta didik tentulah memiliki minat dan kebutuhannya tersendiri. Anak yang hidup di lingkungan perkotaan berbeda minat dan kebutuhannya dengan anak di daerah pegunungan, anak yang ingin melanjutkan pendidikan hingga perguruan tinggi berbeda minat dan kebutuhannya dengan anak yang ingin bekerja setelah mendapat ijazah SMA.
Pengajaran perlu memperhatikan minat dan kebutuhan peserta didiknya, karena dua hal tersebut dapat menjadi penyebab timbulnya perhatian peserta didik dalam mengajar, dengan demikian peserta didik akan bersungguh-sungguh dalam belajar. Misalnya, peserta didik kelas I hingga kelas III menyukai cerita fantasi sedangkan peserta didik kelas IV hingga kelas VI menyukai cerita tentang kepahlawanan dan yang lebih kongkret. Maka guru dapat memanfaatkan minat dan kebutuhan ini dengan memberikan cerita berisi penanaman nilai-nilai moral.[4]

4.      Aktivitas Siswa
Dalam proses pembelajaran, peserta didik merupakan subjek, karena peserta didik adalah pelaku dalam belajar. Tugas guru adalah menentukan bagaimana caranya agar peserta didik berperan aktif sebagai pelaku dalam pembelajaran. Namun hal ini bukan berarti siswa dibebani tugas yang banyak supaya aktif dalam belajar.[5]
Dalam penerapannya, hendaknya aktivitas atau tugas-tugas yang diberikan guru dapat menarik minat peserta didik, dibutuhkan untuk perkembangannya, serta bermanfaat baginya ketika di masa yang akan datang. Adapun metode-metode yang dapat mengaktifkan siswa diantaranya adalah diskaveri, inkuiri, eksperimen, demonstrasi, pemecahan masalah, diskusi.

5.      Motivasi
Setiap perbuatan belajar didorong oleh sesuatu atau beberapa motif. Motif atau dorongan merupakan suatu tenaga yang berada pada individu peserta didik yang mendorongnya untuk mencapai tujuan. Tanpa motif hampir tidak mungkin siswa melakukan kegiatan belajar.
Ada beberapa cara guru untuk meningkatkan motivasi siswa, yaitu :[6]
a.       Menggunakan cara, metode dan media mengajar yang bervariasi. Sehingga rasa jenuh peserta didik dalam belajar dapat hilang.
b.      Memilih bahan yang menarik dan dibutuhkan peserta didik. Karena sesuatu yang dianggap menarik oleh peserta didik dapat meningkatkan motivasi siswa.
c.       Memberikan kesempatan seluruh peserta didik untuk sukses. Misalnya dalam pemecahan soal dengan menanyakan soal tersebut kepada siswa yang kurang pandai, sehingga ketika ia merasa puas dengan peningkatan kemampuannya dapat membuat motivasi belajarnya semakin kuat.
d.      Menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan berkesan bagi peserta didik. Berisi suasana belajar yang hangat, penuh kekeluargaan, dan saling menghargai satu sama lain.
e.       Adakan persaingan sehat antar peserta didik. Siswa dapat bersaing dengan hasil belajarnya sendiri maupun hasil belajar orang lain.









[1] R. Ibrahim dan Nana Syaodih, perencanaan pengajaran (Jakarta : Rineka Cipta,2010) h. 24-25
[2] Ibid, h. 25
[3] Ibid h. 26
[4] Ibid, h. 27
[5] Ibid, h. 27
[6] Ibid, h. 28-29

Tidak ada komentar:

Posting Komentar