Selasa, 03 Mei 2016

Pendapat para Imam dalam menerima Hadits Ahad

Menurut jumhur ulama, hadis ahad wajib diamalkan jika memenuhi seperangkat persyaratan makbul. Imam Ahmad, Dawud Azh-Zahiri, Ibn Hazm, dan sebagian muhadditsin berpendapat bahwa hadis ahad memberi faedah ilmu dan wajib diamalkan. Sedangkan Hanafiyah, Asy-Syafi’iyah, dan mayoritas Malikiyah berpendapat bahawa hadis ahad memberikan faedah zhann (dugaan kuat, relative kebenarannya) dan wajib diamalkan. Jadi, semua ulama menerima hadis ahad, tidak ada yang menolak di antara mereka, kecuali jika pada hadis tersebut terdapat kecacatan.[1]
       Imam al-Syafi’i telah mengemukakan pendapat yang lebih konkret dan terurai tentang riwayat hadis yang dapat dijadikan hujah. Dia menyatakan, khabar al-hasanah (hadis ahad) tidak dapat dijadikan hujah kecuali hadis tersebut:
1.      Diriwayatkan oleh para periwayat yang: a. dapat dipercaya pengamalan agamanya, b. dikenal sebagai orang yang jujur dalam menyampaikan berita, c. memahami dengan baik hadis yang diriwayatkan, d. mengetahui perubahan makna hadis bila terjadi perubahan lafaznya, e. mampu menyampaikan riwayat hadis secara lafal, tegasnya, tidak meriwayatkan hadis secara makna, f. terpelihara hafalannya, bila dia meriwayatkan secara hafalan, terpelihara catatannya, bila dia meriwayatkan melalui kitabnya, g. apabila hadis yang diriwayatkannya diriwayatkan juga oleh orang lain, maka bunyi hadis itu tidak berbeda, h. dan terlepas dari perbuatan penyembunyian cacat (tadlis)
2.      Rangkaian sanadnya bersambung sampai kepada Nabi, atau dapat juga tidak sampai kepada Nabi.




       [1] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, (Jakarta: Amzah, 2012), h. 155

Tidak ada komentar:

Posting Komentar